Thursday, July 30, 2015

REVIEW SURGA YANG DIRINDUKAN (THE MOVIE)

Sekali lagi, aku bukan tipe orang yang doyan nonton film. Film apa aja. Mau bagus,  mau kurang bagus, mau hambar...yaa biasa aja..
Setiap kali nonton ke bioskop pun selalu yang mendadak2,  dan ngikut aja diajakin nonton apa. Terakhir nonton ke bioskop juga kayanya tahun lalu, nemanin Bhagas nonton Night At The Museum,  gara2 pulangnya minta jemput dia.. :3

Dan, kemarin sama sekali gada rencana nonton sebenernya, karena bagiku denger dari orang aja dah cukup lah ya. Hihi. Cukup tau aja kalau filmnya ya tentang rumah tangga. Intinya ya "cinta".


Tapi waktu lagi chat (sekitar jam stgah 3 siang) sama salah satu akhwat, temen menuntut ilmu, (sebut saja Mba Nur :p) tiba2 diajakin nonton hari itu juga jam 18:50.

Awalnya ogah2an juga. Tapi mumpung ada temen yg ajak, yaaudah deh, sekali2 :')



Sumber: google

Eh ngomong-ngomong maaf ya judulnya saya ganti. Karena saya orang yang merindukan surga >.<


SURGA YANG (TAK) DIRINDUKAN adalah satu novel karya Asma Nadia yang kembali diangkat ke layar lebar..


Aku dah mempersiapkan diri untuk gak seperti orang yg kebanyakan. Rata2 setiap cewek yang lapor ke aku setelah nonton ini nangis karena filmnya sedih katanya.


 Bukan karena aku ga sensitif ya, haha, karena aku males aja keluar bioskop dengan mata sembab. Karena aku mudah banget matanya sembab. Nangis krna ngupas bawang aja mata udah bengkak merah pula. -___-

Pokonya nonton film yang kira2 sedih gitu di bioskop, sebisa mungkin nahan diri untuk gak meneteskan air mata. Karena sekali menetes, porak poranda lah pertahanan berbi.. Hahaha.. Bakal ga berhenti nangis..

Scene pembuka film ini diawali dengan seorang ibu-ibu yang nampak kusut rambutnya berjalan di lorong sempit dengan langkah gontai.. Kemudian ada teriakan anak laki2 yang memanggilnya "Ibuuuuuu...."

Namun ibu tersebut trnyata berbalik badan dan berlari keluar lorong dan tubuhnya disambar sebuah mobil berkecepatan tinggi. Ibu itu memang ingin bunuh diri. Dan anaknya menyaksikan bagaimana ibunya bunuh diri di depan matanya sendiri.

Anak itu lah yang bernama Prasetya (yg diperankan oleh Fedi Nuril). Pras bermimpi ketika ia melihat detik2 kematian ibunya di depan matanya sehingga membangunkan dirinya..


Prasetya dan dua temannya (Amran dan Hartono) memiliki proyek di Yogyakarta. Mereka bertiga adalah arsitek.

Dalam perjalanan mencari lokasi proyek yang dituju, Pras menolong seorang anak yang terjatuh dari sepedanya dan dibopong menuju mobil. Kemudian Pras dan kedua temannya mengantar anak tersebut ke masjid tempat anak ini belajar.

Sesampainya di masjid yang dimaksud, Pras menyerahkan anak itu ke salah satu pengajar di masjid itu. Namanya Arini (yang diperankan oleh Laudya Chintia Bella -mohon maaf atas kesalahan penulisan nama)



"Aku Citra Arini. Panggil saja Arini"
Sumber: instagram @suhayhs

Itulah awal mula pertemuan mereka. Prasetya langsung terpuka melihat kecantikan Arini, sehingga ada sesuatu yang akhirnya membuatnya untuk bertahan. Dari yang awalnya hanya ingin mengantar anak kecil yang terluka, menjadi kekaguman akan pesona Arini dan seolah tidak mau melewatkan begitu saja, Pras melihat Arini mendongeng kepada anak2. Dongeng yg dibuat oleh Arini ialah Dongeng Madani.


Sangat keibuan sekali yaa.. Perempuan mendongeng di depan anak-anak ~ *uhuk*


Selepas Arini selesai dengan tugasnya mendongeng, ia menghampiri Pras yang ternyata duduk di sudut pendopo sambil melihat rekaman video Arini mendongeng yang ia rekam dengan ponselnya.

Arini yang tau hal itu tentu saja tersenyum tipis. (aaaa, cewek mana sih yang ga demen diperhatiin diem2, hahaha)

Arini pun menyapa Pras yang kemudian membuat Pras terkejut sehingga hampir saja ponsel itu terjatuh. Arini mengingatkan Prasetya untuk segera mengambil wudhu sebab waktu sholat sudah tiba.


"Mas Prasetya mau jadi imam kan?"


"Hah.. Secepat itu?"


"Sholat kan memang harus disegerakan toh mas.."


"Astaghfirullahal'adzim...iya iya, saya mau."


Haha, rupaya Pras masih berhalusinasi..


Pras tidak ingin menyia-nyiakan pertemuan itu begitu saja. Maka ia beranikan diri untuk meminta nomor hape Arini. Semenjak itu, Pras dan Arini saling berkomunikasi, bertukar cerita, dan bunga-bunga cinta pun tumbuh...


Bapak Arini yang mengetahui gerak gerik anaknya pun mulai mengajak obrolan serius.


Naah, menurutku momen yang mengharukan dari film ini adalah ketika Bapak mengajak putrinya berbicara ttg pendamping hidup :')

Entahlah.. Tiba-tiba saja saya membayangkan ada di posisi Arini ketika itu.. Bahkan pertanyaannya pun hampir sama :')

"Jadi, kamu serius dengan laki-laki asal Solo itu? Apa kamu yakin dia akan jadi imam yang baik?"


"Siapa sih yang bisa menjamin seseorang itu baik atau tidak kalau bukan kita yang mempercayainya, Pak?"


"Lalu, kamu percaya sama dia?"


"Hmm.. Atas ridho dan izin dari Bapak.."


Yaah kira-kira begitu cuplikannya :') haru.. Andai airmata ini gak dtahan, mungkin dah sesegukan..haha..


Akhirnya Pras pun meminang Arini.. Dan singkat cerita, pernikahan mereka dikaruniai anak perempuan yang bernama Nadia..

Kehidupan keluarga kecil nan bahagia ini mengambil setting di Rumah Paris, Jogjakarta. Aaahh emang kece badai sih ya konsep rumahnya itu..


Sumber: Instagram @rezapradinata


Suatu hari, mereka berencana ke rumah Orangtua Arini di daerah Muntilan. Karena Pras masih harus menyelesaikan proyek, maka ia memilih menyusul Arini dan Nadia selepas ia selesai dengan proyeknya yang sudah mendekati deadline. Namun sebelum Arini pergi, Arini sempat khawatir dengan Pras. Sebab, suami salah seorang sahabatnya diduga berselingkuh dengan wanita lain. Ia khawatir bila saja Pras juga mempunyai kecenderungan untuk menduakan Arini. Melihat Arini yang cemberut, Pras mencoba menenangkan Arini dan tidak suudzon kepadanya, bahwa semua akan baik-baik saja.


Hmmm...


Ketika Pras akan menyusul ke Muntilan,  diperjalanan ia melihat mobil yang terjun ke jurang. Ketika itu hanya dia yang melintas sehingga ia segera mengecek pengemudi tersebut dan membawanya ke rumah sakit terdekat.


Betapa terkejutnya Pras ketika dokter mengatakan bahwa pengemudi tersebut tengah hamil besar dan harus segera diambil tindakan.


"Hah?! Hamil dok?"


"Iya. Hamil. Lho? Anda tidak tau? Kan anda suaminya

Suaminya"

"Bu..bukan dok. Saya bukan suaminya."


"Lalu siapa yang akan bertanggung jawab?"


"Hmmm... Hmm.. Saya dok. Saya yang akan bertanggung jawab.."



Bagi Pras, ia hanya ingin menolong wanita itu dan bayinya agar lolos dari maut. Pras tidak menyangka bahwa tanggung jawabnya akan lebih dari itu. 

Di saat menunggu proses kelahiran, suster menyerahkan handphone wanita tersebut kepada Pras.
Dengan alasan ingin menghubungi sanak saudara wanita itu, Pras pun membuka kontak dalam Hp itu, namun nihil. ia hanya menemukan data diri wanita yang sedang ia tolong.

Namanya Meirose, yang diperankan oleh Raline Shah.

Ternyata, di Hp tersebut, Meirose meninggalkan video yang ia rekam dengan menggunakan gaun pengantin, persis seperti keadaannya sekarang, Video itu dibuat Meirose untuk mengungkapkan segala kekecewaannya kepada Papa nya, segala curahan hati dan betapa hancur hidupnya setelah Mama nya bunuh diri di hadapannya. Ia menjadi anak yang lepas kendali dan seseorang yang menghamilinya pergi melarikan diri. Jadi, intinya video itu dibuat dalam rangka detik-detik Meirose akan bunuh diri. Upayanya bunuh diri dengan terjun ke jurang ternyata digagalkan oleh Pras. Dari situlah Pras memahami kehidupan Meirose secara singkat. Sejenak ia teringat akan bayang2 ibunya yang dulu juga bunuh diri dihadapannya.

Pras buyar dalam lamunannya ketika dokter memberitahu Pras bahwa proses kelahiran berjalan lancar dan bayinya laki-laki, yang kemudian dinamai Pras dengan nama “Akbar Muhammad”

“Kamu harus kuat!” bisik Pras kepada Akbar. Ia sangat tidak ingin bayi itu mengalami hidup seperti dunianya di masa kecil.

Saat akan membesuk Meirose, betapa terkejutnya Pras bahwa Meirose tidak berada ditempat. Pras berlari keluar ruangan dan bertanya kepada dokter dan perawat namun merekarbpun tidak mengetahui keberadaan Mei. Pras berpikir kemungkinan Meirose akan melakukan upaya bunuh diri lagi dan ia segera menuju atap Rumah Sakit. Benar saja, Meirose sudah berada di tebing Rumah Sakit dan sejengkal lagi ia akan menjemput maut.


Sumber: instagram @suhayahs

“Titik kamu berdiri tepatnya 19 setengah meter sampai ke aspal. Kalau beratmu 50 sampai 55kg, itu ada kemungkinan kamu jatuh tapi tidak mati. Yang jelas, cacat!” jelas Pras. (duh, orang sudah mau bunuh diri masih sempat aja jelaskan konstruksinya)

“Siapa kamu!! Mau apa kamu di sini!”

“Meirose. Aku Prasetya. Aku yang bawa kamu ke rumah sakit ini.”

“Ngapain kamu nolongin aku! Mundur kamu!”

“Mei, dengar dulu Mei. Aku tau rasanya saat Ayah tidak hadir dihari penting kita. Aku tau rasanya melihat Ibu bunuh diri dihadapan kita. Sejarah pasti berulang Mei. Sekarang pikirkan masa depan bayimu Mei. Dia butuh kamu. Di butuh ibunya.”

“I don’t care!! Aku ga peduli!!”

“Mei, pasti nanti laki-laki itu akan….”

“Nanti! Nanti! Nanti! Bullshit! Laki-laki selalu bersembunyi dibalik kata-kata nanti! Pengecut semua!”

Kira-kira begitulah drama singkat sebelum Mei mencoba bunuh diri.

“Mei, dengar dulu mei.. Meii……..”

Meirose pun tanpa pikir panjang lagi menjatuhkan dirinya namun Pras segera menggapai tangannya. Di saat genting itu, Mei tetap berontak dan ingin Pras melepaskannya. Hingga akhirnya Pras mengeluarkan kalimat yang bikin wanita ngerasa hidup indah berakhir saat itu juga :')

"Let me go! Let me go!" (eh bacanya jangan pake nada Frozen ya, hehe)


"Demi Allah mei, jangan mei!!"


"Please, let me go!!!"


“Aku akan nikahin kamu, Mei!”

“Bohong! Lepasin aku!”

“Aku janji Mei, aku akan nikahin kamu! Sekarang!”


Sumber: instagram @suhayahs


Hmmm hmmm hmm hmmm *kemudian menyanyikan soundtrack Titanic*

Dalam hati perempuan2 pasti gemes banget kan ya. Apa Pras ga inget Arini dan Nadia ya saat itu T.T koq tega sih..
Meirose pun pasti ga nyangka kalau ternyata laki-laki yang mau menikahinya itu adalah laki-laki yang telah berkeluarga :’)
Dengan mahar dan saksi seadanya, pernikahan itu pun dilangsungkan malam itu juga. Meirose bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengganti keyakinannya sebagai seorang Muslimah. Pras hanya menghubungi kedua rekannya dan mereka segera mendatangi Pras dan Meirose. Tentunya pernikahan itu menjadi pro dan kontra dipandangan teman2nya. Tapi toh, pernikahan itu telah terjadi. Semua terjadi begitu cepat, bahkan Pras pun tidak menyangka dia melakukan hal yang justru akan menyakiti hati Arini.

Pagi harinya, ia melanjutkan perjalanannya ke rumah mertuanya. Saat itu pula Arini menghubunginya dengan suara lirih.

“Mas, kamu di mana?”
Dengan suara kikuk Pras menjawab “Oh, ini lagi di jalan menuju Muntilan. Kemarin sibuk banget.”
“Iya mas, aku tunggu”

Pras merasa ada yang berbeda dari lirih suara Arini, seperti orang yang sedang menangis.
Ternyata, begitu tiba di rumah orang tua Arini, sudah banyak orang di sana. Mereka semua mengenakan pakaian hitam. Pras segera keluar dari mobilnya dan bergegas menerobos barisan pelayat. Ia masih tidak tau siapa yang meninggal. Sampai ia melihat Arini dan Ibu Mertuanya, Pras terduduk lesu. Baru saja semalam ia mengkhianati pesan Bapak Arini untuk tidak menyakiti Arini, kini Bapak mertuanya jutsru telah meninggal dunia. Ia peluk Arini, dan ia simpan dalam-dalam rahasianya semalam yang telah menikahi wanita lain. Ia urungkan niatnya untuk berterus-terang, sebab tidak mungkin ia menghancurkan hidup Arini saat itu juga.

Tak diduga-duga, datang seorang Ibu dan anaknya yang mendekat ke keranda Bapak Arini. Semua pelayat terheran-heran siapa mereka itu. Ibu Arini hanya menunduk dengan wajah sedih. Ibu Arini sadar bahwa suatu saat rahasia suaminya pun akan diketahui oleh Arini. Bapak Arini memiliki dua istri. Arini terkejut bukan main.

*whooooaaaaa*
Ia tidak menyangka bahwa Bapak yang selama ini ia banggakan ternyata berpoligami. Satu hal yang sangat ia benci.

“Arini.. Bapakmu itu orang baik. Dia hanya ingin menolong perempuan itu..Bapak sudah berlaku adil.”

“APA MENOLONG ORANG HARUS DENGAN MENIKAHINYA, BU?!!!”

*gleeekk!!* Prasteya yang mendengar hal itupun seperti di hantam bongkahan batu akik segede gaban. Lagi-lagi Pras berusaha keras untuk menyembunyikan rahasianya.
Ia dekati Arini dan mencoba menenangkannya.



“Kamu gak akan mengkhianati aku kan mas. Kita akan terus seperti ini kan? Kita akan berdua terus kan?” 
Arini mencoba mencari ketenangan dihadapan Pras dengan deraian airmata. 
Ah, mba Arini..seandainya saja mba tau….

Selepas itu, hari-hari Pras harus terbagi antara Meirose dan Arini. Sebenarnya Meirose sudah mengingatkan Pras untuk segera mengatakan kepada Arini, namun Pras belum ingin mengatakannya sekarang sebab Arini baru saja kehilangan Ayahnya. Kalau bukan karena Akbar, Pras bisa saja lebih menghabiskan waktu dengan Arini.


Suatu ketika, Akbar sakit, sehingga Pras dan Meirose membawanya ke apotek untuk membeli obat. Di saat yang bersamaan, Arini pun ke apotek tersebut untuk membeli obatnya Nadia. Namun, di saat Arini datang, Pras sedang keluar mencari ATM. *suasana yang menegangkan*


Keesokan harinya, pembantu Arini menemukan resep obat untuk anak bayi di saku celana Pras dan ia segera menyerahkan kepada Pras. Di resep itu tertulis nama Akbar Muhammad. Langsung saja Arini menghubungi apotek tersebut dan mencari tau siapa yang memesan obat itu. Arini lemas saat ia mencoba menghubungi nomor telepon rumah pemesan obat itu dan yang mengangkat adalah suara suaminya sendiri dan terdengar suara bayi di sana.

Tanpa pikir panjang, ia raih kunci mobil dan menuju alamat yang tertera pada resep obat tersebut.

Jantung Arini serasa terhenti saat ia melihat mobil putih Prasetya, suaminya, ada di halaman parkir rumah seseorang. Tubuhnya semakin terguncang hebat saat Pras keluar dari rumah tersebut dan mencium bayi Akbar, lalu melaju pergi. Airmatanya sulit keluar, dan seperti ada sesuatu yang tersangkut di tenggorakannya. Sakit.


Ini lah pra konflik dalam film ini,,


Setelah mobil Prasetya hilang dari pandangan, Arini memutar kemudi ke rumah Meirose. Tanpa basa basi, Mei mempersilahkannya masuk.


"Sudah berapa lama kalian menikah?"


"Semenjak Akbar lahir, Mba."


"Apa?!!! Jadi suamiku berzina sama kamu?!!!!"


"Bukan mba, bukan seperti itu. Mas Pras hanya menyelamatkan saya waktu itu."


"HEBAT!!! HEBAT KAMU!! KAMU SUDAH BERHASIL MEREBUT SUAMI SAYA !!"


Meirose hanya tertunduk diam, Ia tau betul bahwa Arini pasti akan marah besar.


"Iya mba, saya tau Mba Arini akan marah dan mengatakan saya merebut suami Mba."


"MEMANG!! Satu hal yang harus kamu tau, kamu sudah berhasil MENGHANCURKAN DONGENG SAYA HANYA UNTUK MENGHIDUPKAN DONGENG KAMU"


"Saya bisa jelasin mba..."

"Gak perlu! Semakin kamu menjelaskan semakin aku terluka!"

Next, setelah itu Arini pergi dengan kepingan-kepingan hatinya yang hancur dan derai airmata yang membanjiri pelupuk matanya. Ia pamit tanpa permisi dan mengendarai mobil dengan hati hancur bukan kepalang. Meirose saya terdiam lesu dan merangkul bayinya. Ia segera menghubungi Pras yang sedang ditengah-tengah rapat proyek, untuk memberi tau Pras bahwa Arini baru saja dari rumahnya.


Bisa dibayangkan apa yang akan dilakukan Arini. Ya, ia berkemas pergi. Masih dengan sesak hati dan butiran airmata. Pras mencoba menahannya.


"Arini kamu mau kemana"

"Aku mau pergi dari rumah ini!"

"Arini, dengarin aku dulu!"


"Kamu sudah janji sama aku mas. kamu sudah janji!! Jangan pegang aku!! Aku mau pergi!  Semuanya gak ada yang bisa dipercaya!"


"Arini, arini. Dengar dulu! Aku yang akan pergi. Aku yang salah.. Aku yang salah."


Setelah itu Pras pun pergi meninggalkan rumahnya dengan Arini dengan langkah gontai, kemana? Ya kerumah Meirose lah. Namanya juga punya istri dua. (Huaaaaaahhh!!!!! Sakitnya kebangetan atuh lah. :') Jambak rambut berbi bangg...)


Setiba di rumah Meirose, dengan wajah lesu ia segera mencari Akbar.
"Mana Akbar? Aku pengen ketemu Akbar." bagi Pras, Akbar sudah seperti moodboosternya. Pras pun akhirnya menjelaskan kepada Meirose bahwa ia dan Arini pisah rumah.


Yang saya lihat di sini, Meirose memang istri muda, tapi ia tidak bertabiat seperti istri muda yang jahat, yang bahagia ketika suaminya bertengkar dengan istri pertamanya. Tidak. Justru ia memposisikan diri sebagai istri kedua yang memang menyadari bahwa kehadirannya sudah merusak kehidupan rumah tangga orang lain. (Rumah tangga loh ya. Tingkatannya rumah tangga, bukan pacaran. Jangan disamakan lah :'>) Meirose sudah banyak berubah semenjak nyawanya diselamatkan oleh Pras. Ia sudah bisa lebih matang dan tidak gegabah. Ia masuk Islam pun baru, sehingga ia masih harus banyak belajar dari kesalahan di masa lalunya. 


Kemudian Pras hanya menghabiskan banyak waktunya di kantor dan sebagian di rumah Meirose. Karena konflik rumah tangganya ini tentu saja berdampak buruk dengan proyeknya. Proyeknya tertunda sehingga akan menyebabkan pembengkakan biaya. Di tengah perenungannya, Pras menyadari kesalahannya dan mencoba mencari jalan keluar. 


Di sisi lain, Arini pun semakin khusyuk berdoa kepada Allah atas ujian yang menimpanya. Segala gundah dan hancurnya hati, ia satukan lagi seraya menangis pada Allah. Beruntung, ia memiliki sosok Ibu yang memang sangat ia butuhkan sekali sebagai penyokong pijakannya yang rapuh. Ibunya telah matang betul dalam permasalahan ini, sehingga nasehat Ibu sangat bisa memberikannya udara segara. Sambil ibunya pun menjelaskan alasan mengapa saat itu ibunya memilih ikhlas.

"Bapakmu itu sudah berlaku adil, Arini. Saat itu ibu memang sedih, tapi ibu tidak ingin kamu juga menjadi korban kalau bapak sama ibu pisah. Ibu tidak tau, apa jadinya bila waktu itu ibu memilih pilihan yang satunya..."


"Apakah perempuan diciptakan hanya untuk bersabar dan ikhlas? Mengapa perempuan yang terus berkorban dan membiarkan hatinya terluka.."

Arini tersenyum dan menangis di pelukan ibunya, seolah ia tau apa yang akan ia lakukan.

Lagi, scene ini yang bagi saya sangat mengharukan.


 Suatu hari, Nadia akan tampil di pentas sekolah dan ia sangat ingin Pras, ayahnya, hadir dalam pentas tersebut. Semenjak pisah rumah, Pras dan Nadia tidak sering bertemu. Tentu saja itu menyebabkan rindu yang dalam bagi Pras. Nadia pun memintanya untuk hadir dan ia tidak akan mau tampil bila Pras tidak hadir.


Di hari saatnya Nadia menampilkan Dongeng Madania di sekolah, Nadia resah sebab Pras tak kunjung hadir. Arini pun menghubungi Pras untuk segera datang. Namun, di saat yang bersamaan pula, Meirose menelepon Pras, dan memberitahu bahwa Akbar muntah-muntah dan ingin segera di bawa ke dokter. Berat memang bagi Pras, namun ia memilih banting setir ke arah rumah Meirose.


Prasetya yang tak kunjung datang, ditelepon lagi oleh Arini.


"Mas, kamu di mana? Suara siapa itu? Kenapa ada suara bayi? Mas ?"


"Ehm.. iya, ini.. aku di rumah Meirose. Akbar sakit. Daritadi muntah-muntah."


Tidak tahan mendengar jawaban Pras, Arini pun memutuskan teleponnya dan mengadu kepada Ibundanya yang saat itu berada di sampingnya. 


Namun ternyata, Arini kembali menelepon Pras.


"Muntahnya sejak kapan?"


"Tadi pagi."


"Encer atau kental?"
ah, rupanya ditengah kesakitan hatinya, Arini masih berbesar hati untuk membimbing Pras dan Meirose dalam mengobati Akbar. Mungkin karena pengalamannya saat mengobati Nadia, Arini dapat menyimpulkan bahwa itu hanya masuk angin biasa dan cuma perlu diberi minyak kayu putih. Pras akhirnya bisa sedikit lega dan segera ia menuju pementasan. Saat Arini akan kembali ke ruang pementasan Nadia, Ibunya sudah berada di belakangnya dan tersenyum bangga dengan tindakan Arini yang sangat berbesar hati. (hiks..... :'>)



Suatu malam, Pras sedang dalam perjalanan ke rumah Meirose, sebab ada sesuatu yang ingin ia sampaikan.  Namun di tengah perjalanan, ia melihat di dekat keraton ada seorang wanita yang akan dicelakai oleh laki-laki. Pras yang sedang banyak beban pikiran awalnya tidak ingin menghiraukannya. Tetapi nalurinya untuk kembali menolong orang lain pun mendorongnya untuk menyelamatkan wanita itu. Tanpa diduga, penjahat itu bersenjata tajam dan menusuk perut Pras. 

Meirose lebih dulu mengetahui keadaan Pras, sehingga ia segera menuju rumah sakit. Terlihat keadaan Pras sudah dalam balutan perban dan kabel di mana-mana. Raut penyesalan sangat tampak di wajah Meirose. Tak tahan ia tumpahkan airmatanya. Di saat itu, yang terdengar dari Pras adalah "Arini..arini.."

Dengan segera, Mei menghubungi Arini.

Arini datang dengan isak tangis yang pecah di ruangan itu. Ia sangat menyesali sikapnya. Ia hanyut dalam tangis yang sesegukan. Mei yang melihat Arini seperti itu merasa tidak enak hati. Dengan perasaan penuh salah, ia meninggalkan Pras dan Arini berdua.  Ia pulang dan menemui Akbar, anaknya. Dalam renungannya Meirose mencoba memperbaiki diri.

"Kalau saja aku mengenal agamu lebih dulu Ya Allah, aku gak akan membangun kebahagian di atas airmata perempuan lain" - Meirose

Suatu ketika, Amran dan Hartono (kedua teman Pras) mengunjungi Arini di rumahnya. Mereka mencoba menjelaskan alasan Pras saat itu melakukan hal yang demikian. Bahkan Amran pun mengingatkan Arini tentang betapa kelak mudahnya Arini masuk surga bila ia mampu ikhlas.

"Surga yang mas Amran gambarkan begitu indah, tapi maaf bukan surga itu yang saya rindukan. Makasih loh sudah jadi temannya Mas Pras." -Arini


Setelah beberapa lama, Pras pun sadar dan ditemani Arini yang tengah membaca Al Qur'an di sampingnya. Pras dengan suara lirih kepayahan, meminta maaf kepada Arini atas kesalahannya.

"Iya mas, aku ikhlas...." santun suara Arini menjawab maaf Pras, lagi-lagi dengan senyum dan airmata. 

AKU IKHLAS. Ah. Kata-kata IKHLASnya seorang wanita yang terluka hatinya itu lebih bersinar dari intan permata. Setelah hatinya hancur berkeping-keping dan dicuci dengan derai airmata, entah mengapa kata "ikhlas" itu jadi sangat berharga. Bukan untuk membahagiakan lekaki itu, namun untuk membahagiakan dirinya sendiri. Sebab pencapaian menuju kata ikhlas itu mengalami proses panjang, melibatkan Allah dan doa. Indah bukan? :') 

Bukan main-main Arini dengan kata ikhlasnya. Ia tak lagi ingin mengingat luka nya di hari kemarin, di hadapannya sudah ia bayangkan kehidupannya kelak yang tetap bersama Pras, dan Meirose.

Di pagi hari, Arini bertandang (halah) ke rumah Meirose. Tidak, kali ini ia tidak membawa air mata, justru kali ini dengan hati yang sangat lapang dan senyum merekah. 

"Mba arini?" Meirose dengan wajah kikuk membuka pintunya.

"Boleh saya masuk?"

"Oh iya, Mba silahkan."

Arini awalnya tidak menjelaskan maksud kedatangannya lagi kali ini, ia hanya ingin berbicara dengan Meirose sambil mendengar cerita masa kecil Meirose yang kelam. Selanjutnya ia mengajak Meirose untuk membawa serta Akbar ke rumah sakit untuk menjenguk Pras. 

Meirose pun setuju dan mereka bersama-sama ke rumah sakit. Di sana sudah banyak yang berkumpul, Ibu dan anak Arini, beserta teman-teman Arini dan Pras. Semua tampak sedikit awkward melihat keteguhan hati Arini yang berjalan bersama Meirose.

Nadia bertanya "Bunda, itu siapa?"

"Oh, ini Tante Mei. Mulai hari ini tante Mei jadi Adiknya Bunda.." Arini menjawab dengan man-tap. :')

Selang beberapa hari kemudian, Pras sudah boleh di bawa pulang. Ketika Arini sedang sibuk menurunkan barang-barang dari mobil, tiba-tiba Meirose datang dengan becak.

"Assalamu'alaikum, Mba Arini.."

"Wa'alaikumussalam Mei.. Ya Allah , kenapa kamu gak telfon aku aja kalau mau ke sini.."

"Gakpapa mba, aku ga mau ngerepotin Mba."

"Ayo, masuk..."

Singkat cerita, akhirnya Pras, Meirose, Arini, dan Nadia makan bersama-sama. Hmmm... Nadia pun dengan polosnya mengajak Meirose untuk menginap di rumahnya. (Duh nak, polos banget sih kamu :'> )

"Akbarnya aja yang nginap di sini..." Jawab Meirose.

"Gakpapa Mei, sekali-kali kamu nginap di sini juga, ya?" Kata Arini.

Pras yang mendengar itu seketika menghentikan suapannya. Entah apa yang dipikirkan, hehehe.

Tiba waktu sholat, mereka pun sholat berjama'ah. Pras menjadi imam untuk kedua bidadari dan satu putrinya . Wah... Maa syaa Allah.
Namun, ketika di Subuh hari, saat Arini hendak membangunkan Mei di kamarnya, Arini terkejut sebab ia tidak mendapati Mei di manapun, Ia hanya melihat Akbar dan handphone Mei di sampingnya. Ya, Meirose pergi. Ia menyadari betul akan kehadirannya yang sewaktu-waktu bisa saja menyebabkan kehancuran orang lain. Dalam handphone yang ditinggalkannya itu, kembali ia merekam video yang berisikan ungkapan terimakasih dan maafnya kepada Arini dan Pras. Ia juga menitipkan Akbar, agar dirawat oleh mereka.

Arini yang menonton video itu yang bergetar hebat dan melapor kepada Pras. Segera mereka bergegas untuk mendatangi Mei di rumahnya. (Eh, nda jadi sholat Subuh pak?)

Pras langsung mengarahkan mobilnya ke rumah Arini dan setibanya di sana, si bibi memberitau bahwa Mei baruuu saja menuju stasiun. Langsung saja Arini dan Pras ke stasiun.

Inilah momen-momen akhir dari film ini.
Arini dan Pras berpencar di stasiun untuk mencari sosok Meirose dengan penuh cemas. Pras meneliti setiap gerbong-gerbong kereta dan ia melihat Meirose sedang menaikkan kopernya. Segera saja Pras menghampirinya dan menarik kembali Meirose beserta kopernya.

"Ayo pulang!"

Meirose menolak ajakan Pras dan menjelaskan alasannya pergi dan ingin menemui Papa nya di Jakarta.

"Mas, biarin aku pergi. Meirose yang sekarang bukan lagi Meirose yang dulu. Aku sudah banyak belajar mas. "

"Tapi Arini sudah ikhlas Mei..."

"Biarin aku mas. Aku yakin, laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik. Aku ingin jadi perempuan itu."

Tak lama kemudian Arini pun menemui mereka berdua, suasana menjadi haru, Arini dan Meirose berpelukan. Di saat Arini sudah mengikhlaskan, ternyata Allah beri dua kebahagiaan. Ia bahagia terlepas dari sesaknya hati, dan bahagia sebab Pras kembali padanya lagi, meskipun saat itu ia sudah siap menerima Meirose. Akhir cerita, Mei akhirnya masuk ke gerbong kereta dan perlahan kereta berjalan meninggalkan stasiun. Arini dan Pras hanya bisa tersenyum seiring hilangnya Meirose dari pandangan.

"Hari ini, aku akhiri dongengku dengan kesedihan, agar dongeng wanita lain berakhir dengan kebahagian" - Meirose


 Kelebihan Film :
Film ini bagiku settingnya cukup natural, menceritakan kehidupan layaknya cerita nyata sehingga jalan ceritanya memang bisa merasuk dalam jiwa. Sedih dan bahagia menjadi satu. Yaahh seperti film2 drama pada umumnya.

Kelemahan Film :
Sebenarnya film ini minim kelemahan dari segi cerita, hanya saja ada satu scene yang mempertontonkan aurat Meirose yang saya nilai agak terlalu (maaf) sexy untuk ukuran film dengan nuansa islami. Dan sepertinya pemilihan judulnya terlalu kontroversi. 
Masa iya sih, ada yang ga merindukan Surga =D ????

Overall 8,5 untuk film nya ^_^

--------sekian-------


Tuesday, July 28, 2015

Pasca Ramadhan

Baru sekejap Ramadhan berlalu, belum habis lagi syawal dirindu, tapi terasa sekali ibadah-ibadah tidak selancar di bulan Ramadhan lalu..

Allahu..

Ada apa denganku..?

Allahu yaa Ghofaar..

Kembalikan lah ghirohku seperti ramadhan kemarin..

Aku takut bahwa ini pertanda bahwa sia-sia amalanku..

:'(

Wednesday, July 8, 2015

Ramadhan Jangan Pergi





Ku lihat RAMADHAN dari kejauhan...
Lalu kusapa ia... "Hendak ke mana?" .
Dengan lembut ia berkata,
"Aku harus pergi, mungkin jauh dan
sangat lama...
.
Tolong sampaikan pesan untuk
orang mukmin bahwa Aku akan pergi..
.
Syawal akan tiba...
Sampaikan salam & terima kasihku
untuknya karena telah menyambutku
dengan suka cita & melepas
kepergianku dengan derai air mata.
.
.
Ajaklah SABAR untuk temani hari-hari dukanya,
.
peluklah ISTIQOMAH saat ia kelelahan dalam perjalanan TAQWA,
.
bersandarlah pada TAWADHU saat kesombongan datang menyerang,
.
mintalah nasehat dari QUR’AN dan SUNNAH disetiap masalah yang dihadapi,
sampaikan pula salam terimakasih untuknya karena menyambutku dengan suka cita,
kelak akan kusambut ia di Surga dari pintu Ar-Rayan.."
Amiiin Ya Robbal 'Alamin...
.
Selamat meraih pahala terbaik di detik" terakhir RAMADHAN 😢
.
Masih ada beberapa hari lagi untuk
bercengkrama dengannya..
.
.
Ya Allah, jika berpisah dengan Ramadhan saja bisa sesakit ini, entah bagaimana rasanya ketika para sahabat ditinggal pergi oleh kekasih hati, Rasulullah shallallahu 'alaihi Wa Sallam . </3
.

Ya Robb, andai malam ini ada
diantara hamba2-MU yg Engkau
angkat derajatnya, Engkau ampuni
dosa2nya, Engkau lapangkan rezekinya,
Engkau muliakan keturunannya,
Engkau lepaskan dari kesulitan, Engkau
indahkan akhlaknya & Engkau berkahi
segala hartanya..
.
Maka insya ALLAH jadikanlah
saudara-saudariku ini beserta
keluarganya, sebaik2 hamba yg
mendapatkan rahmat dariMu..

A placed where my heart is....

Makin hari makin kangen suasana rumah di Samarinda. Cuaca yang gloomy, mendung mendung adem, Sehra bobok, dan sendirian begini bikin hati ma...