"Assalamu'alaikum" sapa ku dari luar pagar rumah yang sudah lama tak ku kunjungi.
Sebenarnya, sebelum turun dari Vario kesayangan, aku sempat menoleh berkali-kali, melihat sekeliling rumah yang ber-cat-kan hijau muda, berharap aku gak salah rumah. Benar koq, pikirku setelah ku lihat angka 18 di depan pintu.
Tak lama, sang pemilik rumah keluar dari pintu samping dengan raut wajah penasaran. Mengernyitkan dahi dan memastikan siapa yang datang.
"Wa'alaikumussalam. Oh... Ka icut.. Koq tumben....??" sapanya sambil membuka pagar kecil tepat di depan aku berdiri.
"Iya tante, mumpung nda kuliah pagi. Apa kabar tante?"
"Alhamdulillah baik.." ditariknya kedua pipiku dan lalu......................dalam bisiknya ia menangis. "Maafin tante ya ka..."
"Loh.. kenapa tante... Jangan gitu tante.. kita ngobrol di dalam aja yuk tante.."
Hahaha sebenernya gak sopan sih, siapa yang punya rumah, siapa yang nyuruh masuk. Kesan pertamaku setelah lama tak bejumpa dengan beliau, beliau masih sama ramahnya seperti dulu. Masih hangat menyapaku selayaknya aku adalah................................... ah sudahlah!
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Diajaknya aku ke ruang tamu. Masih sambil mengamati setiap sudut ruangan itu aku masih mencium aroma khas yang persis seperti beberapa tahun lalu. Sedikit banyak ada yang berubah. Tata letak sofa empuk, cat dinding yang bernuansa kuning dan hijau, dan.... ah jam dinding yang tak lagi seperti dulu.
Aku duduk persis di sebelah beliau. Di sofa yang sama. Dan ku lihat wajah beliau yang mengguratkan banyak beban yang harus ditanggung. Tapi aku masih bisa melihat sorot ketegaran yang luar biasa.
"Jadi tante....sebenarnya icut juga kaget blablablablablabla...." Ku ceritakan alasanku mengapa saat itu aku bisa tiba-tiba menemuinya, datang dan duduk di hadapannya.
Ah ya, wanita kuat itu sedang menghadapi masalah yang bagiku pun itu cukup berat. Ada tangan-tangan jahil yang menggunakan social media untuk mendzolimi orang lain. Merusak nama baik orang lain. dsb.
Empat hari sebelum kedatanganku ke rumah beliau, aku melihat ada yang aneh dengan laman akun Facebook yang menggunakan nama beliau. Setelah ku tela'ah sendiri, aku pun berkesimpulan bahwa Facebook abal-abal itu sedang di-hack. Langsung saja ku hubungi anak-anak beliau untuk mencari kepastian apa yang terjadi.
KEPO? Bisa jadi. Karena aku hanya gak ingin orang baik seperti beliau dijahatin.
Si adik, anak kedua beliau yang selama ini masih berhubungan baik denganku, memberikan kabar mengejutkan yang membuatku ingin segera menemui beliau. Rasanya. Shock berat yang beliau alami sempat membuat beliau harus pingsan berkali-kali. Ternyata memang ada masalah serius.
Si adik akhirnya menyarankan aku untuk menjenguk beliau. Jika ada waktu.
And there I was. Menempuh kurang lebih 20 menit untuk sampai ke alamat rumah yang sekian lama tidak ku "sambangi".
Padaku, beliau bercerita panjang lebar, runtut, penuh emosi, kalut, dan dengan mata yang berkaca-kaca atas peristiwa hebat yang terjadi dalam hidup beliau. Layaknya aku orang terdekat beliau. Fokusku sejujurnya tidak penuh dengan cerita beliau. Di satu sisi aku sibuk membersihkan sisa-sisa masa lalu di ruangan itu, di rumah itu, dengan wanita itu.
Aku ingat, tepat 4 tahun yang lalu, aku menangis mengadu pada beliau. Rasa sesak di dada yang tak bisa ku sembunyikan. Tumpah airmata yang tak bisa ku tahan. Tanpa ada kata-kata, tubuh hangat wanita itu memeluk dan menenangkanku yang masih sangat manja dan baru mengerti cinta. Cinta yang ku salah artikan. 4 tahun lalu, beliau tempatku menumpahkan segala kegalauan dan kepedihan. tentang anak pertamanya. Tapi tangan beliau dengan sabar mengelus pundakku, dan menghapus airmataku. Sampai-sampai membuatku merasa aku lah anak beliau. Aku masih ingat, kata-katanya yang menguatkanku dulu...
"Sabar ya kak... Abang memang seperti itu... Tante minta maaf yaa atas sikapnya abang yang begitu"
Ah, time flies. Dulu aku pernah menangis sesegukan karena berharap pada manusia, meski ada sosok beliau yang selalu mendukungku, toh tetap Allah tak menginginkan aku dan "dia" bersatu. Tapi aku justru bahagia, karena tanpa melewati masa-masa itu, saat ini aku pasti gak akan tau bagaimana nikmatnya menangis karena Allah, dan menangis pada Allah.
Dan kini, di hadapanku, ada sosok wanita tegar yang pernah menguatkanku itu. Tapi saat ini, aku yang harus bisa menguatkan beliau, meski aku memang tak bisa berbuat banyak. Aku hanya ingin membalas kebaikan-kebaikan beliau meski aku tau aku takkan pernah bisa membalasnya. Paling tidak, aku hanya ingin bahwa beliau tau aku tak pernah melupakan beliau.
Di ruangan yang penuh kenangan masa lalu itu, beliau bercerita tentang hidup selama beliau mencoba memperbaiki diri, lebih dekat dengan Allah, dan lain-lain hingga kejadian yang baru saja beliau alami. Aku, tentunya, turut bahagia. Meski aku (alhamdulillah) bukan lagi menjadi bagian dari hari-hari si abang, anak pertamanya, tapi sesekali masih ku terima salam yang ia titipkan pada anak keduanya, atau bahkan sekedar menyapa via Facebook, sebelum hal buruk itu terjadi.
Tidak terlalu lama bincang hangat dan manis di pagi menjelang siang itu. Hanya sekitar satu jam dan aku pamit pulang, setelah ku rasa aku juga sudah cukup menengok kembali masa lalu dan ku pastikan tidak ada lagi kekecewaan yang ku tinggal di sana.
Hidup terus berjalan, aku dan dia sudah sama-sama bahagia dengan cara yang berbeda. Tidak ada dendam sama sekali yang ku simpan.
Tapi rasanya, masih banyak yang ingin ku ceritakan dengan beliau. dan masih ingin mendengar ceritanya. Masih tidak tega melihat wanita kuat itu nampak lemah. Tak bisa terbayang apabila ibu ku sendiri yang mengalami hal seberat itu.
Ku ucapkan terimakasih pada beliau yang sudi berbagi kisah agar aku juga mendapat hikmahnya. Dan beliaupun balas mengucapkan terimakasih atas kedatanganku. Sekali lagi, beliau kecup pipi dan keningku.
Rasanya masih hangat seperti waktu itu. Beliau memang orang baik. Baik sekali.
Ku langkahkan kaki menuju pagar, dan beliau bertanya.
"Orang tua sehat kan kak?"
"Alhamdulillah sehat tante..."
"Sudah ada yang datang?"
"Hah? Maksudnya tante?" .. "Oh... hahahaa... belum adaa tanteeeeee"
"Ye... kak icut sih mungkin yang menutup diri"
"Ngga koq tante.. Tapi doain aja yah tante segera..."
Aku ucapkan salam perpisahan dan entah kapan waktu yang tepat lagi untuk mengunjungi beliau. Aku melaju dengan vario merah kesayanganku, meninggalkan pekarangan rumah dan masa lalu yang pernah hinggap di rumah itu...
Ternyata benar, aku sudah mampu.
tidaklah sama yang buruk dengan yang baik meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu.(Al Ma'idah: 100)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
A placed where my heart is....
Makin hari makin kangen suasana rumah di Samarinda. Cuaca yang gloomy, mendung mendung adem, Sehra bobok, dan sendirian begini bikin hati ma...
-
Sekali lagi, aku bukan tipe orang yang doyan nonton film. Film apa aja. Mau bagus, mau kurang bagus, mau hambar...yaa biasa aja.. Setiap k...
-
*VISI RASULULLAH untuk generasi abad 21* Hidup adalah amanah yg kelak akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta...
-
"Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang ban...
No comments:
Post a Comment