Masih berbicara tentang postingan sebelumnya http://atmaidha11.blogspot.com/2015/06/perempuan-pencari-tuhan-kisah.html , dalam postingan ini saya mencoba sedikit menggambarkan sedikit perjuangan tentang hari kemarin, di mana kami benar-benar yakin bahwa tidak ada yang namanya kebetulan. Semua terjadi atas kehendak Allah :')
Dari awal saya bertemu dengannya (sebut saja Fulanah) itu tepatnya hari Minggu. Mungkin memang itu bukan kebetulan semata. Pasti Allah punya kehendak.
Di pertemuan itu memang tidak banyak yang saya tanyakan, akan tetapi layaknya pertanyaan umum kepada seorang muallaf,
"Jadi nama Islam mu apa?"
dia dengan sigap menjawab "Hah, aku ga mau ganti nama ah. Memang harus ganti ya?"
Karena yang saya tau, bila seseorang keluar dari agamanya yang terdahulu biasanya ia mempunyai nama Islam, jadi saya bertanya "Memang kamu bersyahadat di mana?"
"Di kontrakannya Bunga (-nama disamarkan)"
Dari situ lah akhirnya saya tau sedikit proses ia bersyahadat akhir April lalu, yang ternyata kurang memenuhi rukun sah syahadat di mana harus ada saksi laki-laki muslim minimal 2 orang dan tidak dibimbing oleh seseorang yang memahami ilmu agama.
"Jadi bagaimana waktu itu?" tanya saya
"Ya gitu cut, di depan anak-anak dikontrakan, trus mereka bilang 'Sah .. sah .. sah ..' "
"Jiaahh.. hahaha akad nikah kalii :') "
Berhubung saya ada mengenal seseorang yang pernah menemani kawannya yang juga muallaf, akhirnya saya menanyakan prosesi untuk masuk Islam secara sah itu bagaimana dan saya menyarankan si Fulanah untuk bersyahadat ulang agar status keislamannya diakui secara hukum dan agama. Di Samarinda, setau saya Masjid Baitul Muttaqien Islamic Center Samarinda dan Masjid Darussalam Samarinda mempunyai wewenang untuk mengeluarkan surat keterangan masuk Islam. Memang hal tersebut bukan menjadi rukun syahadat, hanya sekedar hitam di atas putih. Akan tetapi surat tersebut akan sangat berfungsi di kemudian hari untuk kepengurusan berkasnya (KTP, SIM, Surat Nikah, dll)
Tapi kepada saya dia mengatakan bahwa dia punya rencana sendiri. Dia bilang setelah selesai urusan skripsi ini dia akan mengambil kursus Bahasa Inggris di Pare, Kediri setelah itu baru dia akan bersyahadat secara resmi, karena dia khawatir jika skrang ia dapat surat itu, keluarganya akan melihat surat itu tanpa ia beritahu terlebih dahulu bahwa ia telah memeluk Islam.
(Fyi. Di sini ia tinggal bersama tante dan om nya, dan orgtua nya tinggal di kota lain. Tapi sejauh postingan ini diketik, keluarganya masih belum tau tentang keislamannya. Ia masih menunggu saat yang tepat)
Sebenarnya saya dan Fulanah dan Bunga bukanlah teman dekat. Sejauh ini hanya Bunga lah teman dekatnya Fulanah, dan kemana-mana selalu berdua. Hanya saja, ketika bertemu saya kali itu, Bunga sedang tidak di Samarinda. Akan tetapi, mendengar proses dia bersyahadat yang belum memenuhi rukun dan syarat sah syahadat, entah mengapa saya merasa bertanggung jawab untuk membantunya. Saya mengajaknya untuk menemui Ustadz yang saya kenal untuk mendapat bimbingan, dan ilmu tentang diin Islam. Alhamdulillah malam itu dia sepakat untuk datang ke kajian muslimah di hari Selasa.
Akan tetapi, di hari yang telah ditentukan itu Qadarallah dia tidak datang. Memang sebelumnya dia berkata bahwa agenda yang harus dilakukan dan tidak tau akan selesai jam berapa. Saya sedikit malu karena sudah bilang dengan Ustadz akan membawa seorang teman, dan ada perasaan khawatir kalau-kalau dia tidak serius ingin masuk Islam. Astaghfirullah, saya sudah berprasangka kepadanya. Tapi saya yakinkan diri lagi, tidak mungkin dia main-main, bukankah malam itu dia pergi tarawih di masjid meskipun sendirian?
Akhirnya saya mengatakan kepada ustadz bahwa in syaa Allah nanti akan saya bawa saja ke rumah Ustadznya.
Di perjalanan pulang, dia nge-Line saya dan mohon maaf atas ketidakhadirannya dan tidak menghubungi karena Hape nya saat itu juga Low Bat. Dia sedikit menyesal karena berarti harus menunda sampai minggu depan untuk bertemu dengan Ustadz dan menunda syahadatnya. Tapi saya katakan bahwa tidak perlu menunggu sampai kajian minggu depan karena bisa menemui Ustadz di rumah beliau, atau di acara Ifthor Jama'i di hari Kamis.
Setelah sepakat dengan Bunga, ia memutuskan untuk menemui Ustadz di hari Kamis, di rumah salah satu akhwat. Saya sengaja tidak memberi taukan kepada Ustadz ybs berserta istrinya, akan tidak kecewa lagi (Hehehe), dan Alhamdulillah Fulanah dan Bunga kali ini datang. Teman-teman akhwat yang lain juga sudah menunggu ingin berkenalan dengan Fulanah.
Yang serius dengerin tausyiah nya yaaa >.< |
Di hari Kamis itu, menjelang waktu berbuka, ia menanyakan apa syarat yang harus ia penuhi agar Islam nya sempurna. Pak Ustadz dengan lembut dan jelas menjelaskan, dan menanyakan pula apa yang mendorongnya untuk masuk Islam.
"Loh, icut, kamu ga kasi tau?"
"Hehehe nggak, aku mau kamu sendiri yang menyampaikan."
Dia pun menjelaskan bagaimana awalnya, dan tiba-tiba saja airmatanya menetes. Entalah, mungkin ia memang sudah tidak tahan dengan cahaya Islam yang masuk ke hatinya terlalu dalam, sehingga segala konsekuensi tentang apa yang akan dikatakan oleh orang tuanya nanti tidak menjadi halangan baginya untuk menjadikan Islam sebagai jalan hidupnya.
Pak Ustadz menyarankan untuk bersyahadat saja di Islamic, dan baiknya hari Jum'at saja karena Hari Jum'at adalah hari Rayanya kaum muslimin dan muslimah dan akan disaksikan oleh banyak jama'ah.
"Gimana kalau besok, kan besok hari Jumat?" tanya saya
"Oia, besok Jum'at ya. Fulanah, gimana? Siap gak kalau besok?" Ustadz bertanya kepada Fulanah.
"Saya siap kapan aja Ustadz" aah, Ma syaa Allah, jawaban yang mantap sekali
"Baik, kalau begitu selepas kita berbuka nanti saya coba hubungi pihak Islamic. Saya minta datanya ya."
Saat dia memberikan data dirinya, saya terkejut ternyata dia anak semata wayang. Anak tunggal. :')
Bagi saya, nekatnya dia luar biasa. Jika dilihat dari background kesukuan saja, ia adalah keturunan yang memang kental dengan agama Protestan, belum lagi dia anak perempuan semata wayang, pasti orang tua nya akan menentang keislamannya. Tapi setiap ia ditanya bagaimana nanti hubungan dia dengan orang tuanya, ia dengan yakin menjawab "Saya hanya berdoa sama Allah supaya membolak-balikkan hati orang tua saya supaya menerima Islam juga"
Saya juga teringat dengan tausyiah Ustadz "Jika hidayah Islam itu hanya karena keturunan, lalu di mana letak keadilan Allah? Kita yang muslim saja sebenarnya perlu menanyakan kemusliman kita. Betulkah syahadat kita itu bersaksi bahwa tiada Illah yang berhak disembah selain Allah??? Mari kita introspeksi diri kita lagi, kita liat bagaimana ibadah kita. Apakah sholat kita sudah seperti yang disyariatkan? Jangan-jangan saat kita sholat, kita memikirkan hal-hal lain. Jangan-jangan, kita memang mengaku Islam, tapi kita tidak jalankan itu syariat Islam, kita mengidolakan artis-artis, atau bahkan mendatangi tempat-tempat yang memang dilarang oleh Allah. Kita mengaku Islam, hamba Allah, pengikut Rasulullah, tapi kita kenal gak siapa Tuhan kita? Rasul kita? Hati-hati, bisa jadi kita pun penyembah Thagut. Kita mengadakan tandingan-tandingan Allah. Bila memang itu terjadi pada kita, bisa jadi hakikatnya kita telah keluar dari Islam. Oleh karenanya, saya menghindari mengatakan Islam itu sebatas agama. Sebab saat ini orang hanya meyakini agama itu sebatas kegiatan-kegiatan spiritual saja. Mari kita jadikan ini sebagai jalan hidup kita, sehingga apa saja yang akan kita perbuat memang sesuai dengan syariat Islam.
Kalau memang hidayah Islam itu hanya keturunan, di mana letak keadilan Allah? Sedangkan banyak orang-orang di luar Islam yang mencari kebenaran dalam agama ini,seperti Fulanah misalnya, ia menemukan Islam itu karena fitrah, dari hati. Jadi tidak bisa kita mengaku Islam hanya karena dilahirkan oleh orang tua yang Islam."
Baah... rasanya tertampar-tampar mendengar tausyiah ustadz itu. Benar! Kadang saya ga sadar sebagai seorang muslim ternyata masih jauh dari kata Islam. Apalagi bila di flashback ke cara hidup sebelum mengenal agama sendiri. Allahu Ya Ghoffar :')
Singkat cerita, selepas pulang agenda ifthor jama'i, saya, Fulanah dan Bunga janjian untuk ketemuan di Islamic Center, jam 11 sudah di sana, mengingat akan mepet waktunya dengan sholat Jum'at.
Malamnya, Saya coba memfreshback sedikit tentang semingguan ini, kenapa saya yang dipilih Allah untuk bertemu dengan Fulanah? Kenapa saya dengan entengnya ngajak dia bertemu Ustadz? Kenapa dia mau-mau aja cerita sama saya padahal setau saya dia belum ingin Islam nya dia diketahui orang banyak, untuk mencegah bocornya kabar itu ke telinga orang tuanya tanpa dia yang beritau? Kenapa saya...? Kenapa?
Tapi saya coba muhasabah lagi, barangkali karena akhir-akhir saya krisis iman, ibadah masih sekedarnya, sekedar memenuhi kewajiban. Hati saya tidak hadir saat berdoa kepada Allah. Datangnya si Fulanah, barangkali juga jadi petunjuk dan peringatan ke saya untuk tetap teguh di atas diin Islam.
Saya pun mengajak lagi si Fulanah berdiskusi via Line, mencoba mengingatkan dia lagi bahwa jalannya dia panjang, dan ini hanya permulaan, sebab jalan di depan akan lebih berliku lagi. Bahkan awalnya kami memiliki panduan yang berbeda. Dia berangkat dari Al Kita, dan orang Islam dengan Al Qur'an nya. Tapi Alhamdulillah, memang nampaknya Allah telah memberkahi kemantapan dan kebaikan dalam hatinya.
Jum'at, 26 Juni 2015
Pukul 10.18 saya chat dia bahwa saya sedang bersiap-siap. Maksudnya supaya dia bersiap-siap juga. Tapi gak ada balasan.
Setibanya saya di Islamic, kira-kira 11 lewat sedikit pun saya lihat belum ada balasan dari dia.
Saya coba hubungi ke nomor telefonnya, 3 kali panggilan baru diangkat. Sedihnya, dia bilang baru mau berangkat. Duh, mau jam berapa nih sampai kesini, pikir saya. Sedangkan orang-orang sedang bersiap-siap untuk Jumatan. Saya menunggu sendirian di lorong Islamic sambil menghubungi teman ikhwan yang akan mengantarkan saya ke panitia di Islamic.
Sudah hampir pukul 12, belum ada tanda-tanda si Fulanah dan Bunga datang. Saya telepon berkali-kali pun tidak diangkat. Saya sempat cemas. Khawatir mereka kenapa-kenapa atau bahkan, khawatir rupanya si Fulanah berubah pikiran. :') Mungkin ada skitar 30 panggilan tak terjawab. Hahaha.
Akhirnya saya pasrah saja, dan menunggu di dekat tempat wudhu wanita. Gak lama, akhirnya mereka datang. Saya bisa bernafas lega.
"Icut, maaf yaa telat. Kamu nunggu sendirian daritadi?"
"Hahaha, iyaa gapapa. Kirain kenapa-kenapa di jalan."
"Gini Cut, tadi sebelum berangkat aku sempet mikir, koq tiba-tiba banget ya. Aku coba mikir-mikir lagi, tapi bukan karena ragu Cut. Aku cuma mikir, kalau bukan karena izin Allah, pasti aku ga bakal dituntun sampai akhirnya ada di sini, pasti ga mungkin kita ketemu kemarin. Padahal yang aku rencanain kan bukan seperti ini. Tapi rencana Allah itu kan lebih baik ya."
Duh, mbak! Lemes saya rasanya. Dia sudah seyakin itu. Memang, saya pun hampir gak percaya akhirnya terjadi dan berjalan alhamdulillah dengan mulus, dari pertemuan ga sengaja di hari Minggu itu, dan bertemu dengan Ustadz, sampai akhirnya bertemu lagi di Islamic di detik-detik dia akan menyiarkan keislamannya.
Segera kami menuju ruangan untuk mengisi biodata dan menunggu sampai orang selesai Sholat Jum'at. Di sela-sela menunggu orang selesai sholat, ada salah satu mbak-mbak di ruangan itu yang bertanya tentang kami bertiga. Nama, tempat tinggal, pekerjaan. Hanya ingin berkenalan. Mba itu juga bertanya kepada si Fulanah alasan mengapa ia ingin memeluk Islam. Apa karena ingin menikah?
Hahaha, sontak kami tertawa. Kami mencoba membantu menjawab bahwa murni dari hati. Bukan karena ajakan kawan atau paksaan, apalagi krena ingin menikah. Tapi ternyata dari penuturan mbak-mbak itu, bahwa sepengetahuan dia baru kali ini di Islamic yang berpindah agama menjadi Islam karena memang dari hati, sejauh ini biasanya karena pernikahan.
Dari situ saya berpikir lagi, bahwa keberanian dan kenekatan Fulanah saya salutkan. Untuk perempuan seusianya dia, dia berani memutuskan untuk berpindah agama dan tidak terlalu memusingkan apa yang akan orangtuanya katakan padanya nanti.
Detik-detik seusai orang-orang sholat Jum'at, petugas di Islamic memanggil Fulanah untuk ke dekat mimbar masjid.
Ahhh... deg-degan. :'D
Apalagi begitu kami mengintip ternyata Allahu Akbaaarr, masih banyak jamaah yang belum meninggalkan tempat sholat dan bersiap-siap menjadi saksi keislaman Fulanah. Ada Pak Ustadz Chairid dan Ka Romi dan Fawwaz juga (mereka orang yang saya minta tolong untuk membantu saya juga, kalau si Fawwaz dia adalah seorang Muallaf juga).
Awalnya Fulanah tidak berniat untuk mengganti nama, tapi petugas di sana bilang kelak di akhirat seseorang itu akan dipanggil sesuai namanya, oleh karenanya di sunnahkan untuk mengganti nama yang lebih baik. Karena mendadak, akhirnya yang keluar dari perkataan Fulanah adalah nama "Aisyah Az Zahra".
Saya melihat langkah pastinya menuju "meja pembaiatan" haha.. Duduk di hadapan ustadz pembimbing dan saksi.
Dibacanya surat pernyataan keluar dari agama sebelumnya dengan lancar dan pasti, tanpa keraguan yang terdengar seantero masjid islamic center yang kemudian dilanjutkan dengan prosesi membaca syahadatain..
Suasana membaca surat pernyataan dan bimbingan syahadatain. Karena habis sholat Jum'at jadi banyak jama'ah laki-laki huhuhu. Gak tau kenapa ga dipasang aja hijabnya. |
SURAT PERNYATAAN KELUAR DARI AGAMA TERDAHULU
Pada hari Jum'at, tanggal 9 Ramadhan 1436 bertepatan dengan tanggal 26 Juni 2015, Saya yang bertanda tangan di bawah ini Fulanah, dengan ini menyatakan tidak memeluk agama atau kepercayaan yang telah saya anut selama ini yaitu Kristen Protestan. Demikian pernyataan ini saya layangkan dengan tulus ikhlas dan pikiran yang sadar serta dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani tanpa ada paksaan atau bujukan dari siapapun.
Setelah penandatanganan surat tersebut, ustadz pembimbing memandu proses bersyahadat nya dan diikuti Fulanah dengan lancar.
Takbir pun menggema.. ALLAHU AKBAR!!!
Ahlan wa sahlan saudariiku..Barakallahu fiiyki..
Selepas ia bersyahadat, kami peluk dia dan terlihat basah matanya. Ah ia menangis :")
Senyumnya sumringah. Wajahnya bercahaya. Maa syaa Allah. Truly happiness ❤❤ Banyak sekali obrolan kami setelah itu yang hampir ga mungkin saya rincikan semua di sini. Dia sangat sangat berbahagia dengan status muslimnya dan tidak terlalu memusingkan bagaimana kelak reaksi orang tuanya. Ia hanya yakin Allah akan membantunya, sebab ia yakin semua akan ada ujiannya bahkan ketika seseorang telah beriman. Seperti yang tercantum dalam surah Al Ankabut(29) ayat 2.
Aisyah Az-Zahra telah menyadarkan saya bahwa beragama Islam tidak cukup hanya dengan status saja. Harus benar-benar tau siapa Robb kita. Oleh karena itu, penting sekali utk belajar TAUHID.
Ia membuka mata saya bahwa beribadah tidak boleh cepat puas hanya dengan beribadah seadanya.
Ia belum tau banyak hal, tapi ia semangat sekali untuk ber-qiyamul lail.
Saya? Selalu mencukupkan diri dengan ibadah yang ringan saja :')
Dia memang belum bisa mengaji, tapi ia sudah pernah khatam membaca arti dari semua Ayat dalam al Qur'an, meski memang kelak ia harus terus dibimbing.
Dari pertemuan itu juga saya makin percaya bahwa sebaik apapun atau bahkan seburuk apapun rencana kita, memang Allah lah Yang Maha Berkehendak.
Serapih apapun rencana yang kita susun ke depan, pastinya Takdir Allah lebih rapi dan Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya :')
Allah Maha pengertian yaah.. Kita aja yang suka lalai..
Dear readers, terlebih sahabat muslimin dan muslimah... Mari kita introspeksi diri, sejauh apa kita mengenal ISLAM? Sedalam apa kita meyakini ISLAM sebagai jalan hidup? Secinta apa kita terhadap keyakinan kita ini?
Sudahkah kita bercita-cita mati dalam keadaan Islam dan diridhoi oleh Allah? :')
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. Az Zumar :22)